BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari antara organisme dengan
lingkungannya. Berasal dari bahasa yunani “oikos” yang artinya habitat dan
logos yang artinya ilmu. Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik
interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk dengan
lingkungannya. Atau ilmu yang
mempelajari pengruh faktor lingkungan terhadap jasad hidup. Pembahasan ekologi
tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunannya,
yaitu faktor biotik dan abiotik. Faktor-faktor biotik adalah makhluk hidup yang
terdiri dari manusia hewan tumbuhan dan mikroba. Sedangkan faktor abiotik antara
lain suhu, air kelembapan, cahaya, dan topografi.
Menurut Erbest Haeckle ekologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk
ekonomi alam suatu kajian hubungan anorganik serta lingkungan organik
disekitarnya. Yang akan dibahas pada materi ini adalah mengenai konsep
produktivitas dalam ekosistem. Produktivitas adalah laju penambatan atau
penyimpanan energi suatu komunitas atau ekosistem. Sebagaimana telah dijelaskan
pada kegiatan belajar bahwa didalam suatu ekosistem ditemukan adanya produsen
dan konsumen. Produktivitas pada aras produsen disebut produktivitas primer dan
produktivitas aras konsumen adalah disebut produktivitas sekunder.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan
produktivitas?
2.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produktivitas?
3.
Bagaimana cara menghitung produktivitas?
4.
Apa saja bentuk pengaplikasian produktivitas dalam ekosistem?
1.3 Tujuan penulisan
1.
Untuk mengetahui pengertian produktivitas
2.
Untuk mengetahui Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas
3.
Untuk mengetahui cara menghitung produktivitas
4.
Untuk mengetahui bentuk pengaplikasian produktivitas dalam ekosistem
1.4 Metode Penulisan
Metode penulisan dengan teknik studi
kepustakaan atau literatur, yaitu pengetahuan yang bersumber dari beberapa
litelatur dan media lainnya yang tentu ada kaitannya masalah yang di bahas di
dalam tugas ini.
BAB II
KONSEP
PRODUKTIVITAS
2.1 Pengertian Produktivitas
Produktivitas merupakan
laju pemasukan dan penyimpanan energi di dalam ekosistem. Produktivitas dapat
dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Produktivitas
primer
Produktivitas primer merupakan laju penambatan energi
yang dilakukan oleh produsen. Menurut Campbell (2002), Produktivitas
primer menunjukkan Jumlah energi cahaya yang diubah menjadi energi kimia oleh
autotrof suatu ekosistem selama suatu periode waktu tertentu. Total produktivitas
primer dikenal sebagai produktivitas primer kotor (gross primary
productivity, GPP). Tidak semua hasil produktivitas ini disimpan sebagai
bahan organik pada tubuh organisme produsen atau pada tumbuhan yang sedang
tumbuh, karena organisme tersebut menggunakan sebagian molekul tersebut sebagai
bahan bakar organik dalam respirasinya. Dengan demikian, Produktivitas primer
bersih (net primary productivity, NPP) sama dengan produktivitas primer
kotor dikurangi energi yang digunakan oleh produsen untuk respirasi (Rs):
NPP = GPP –
Rs
Dalam sebuah ekosistem, produktivitas primer
menunjukkan simpanan energi kimia yang tersedia bagi konsumen. Pada sebagian
besar produsen primer, produktivitas primer bersih dapat mencapai 50% – 90%
dari produktivitas primer kotor. Menurut Campbell et al (2002), Rasio
NPP terhadap GPP umumnya lebih kecil bagi produsen besar dengan struktur
nonfotosintetik yang rumit, seperti pohon yang mendukung sistem batang dan akar
yang besar dan secara metabolik aktif. Produktivitas primer dapat dinyatakan
dalam energi persatuan luas persatuan waktu (J/m2/tahun), atau
sebagai biomassa (berat kering organik) vegetasi yang ditambahkan ke ekosistem
persatuan luasan per satuan waktu (g/m2/tahun). Namun demikian,
produktivitas primer suatu ekosistem hendaknya tidak dikelirukan dengan total
biomassa dari autotrof fotosintetik yang terdapat pada suatu waktu tertentu,
yang disebut biomassa tanaman tegakan (standing crop biomass).
Produktivitas primer menunjukkan laju di mana organisme-organisme mensintesis
biomassa baru. Meskipun sebuah hutan memiliki biomassa tanaman tegakan
yang sangat besar, produktivitas primernya mungkin sesungguhnya kurang dari
produktivitas primer beberapa padang rumput yang tidak mengakumulasi vegetasi
(Campbell et al., 2002).
Kecepatan penyimpanan energi
potensial oleh organisme produsen melalui proses fotosintesis dalam bentuk
bahan-bahan organik yang dapat digunakan sebagai bahan pangan.
Unit satuannya : -
Ash Free Dry Weight (Kal/Ha/th)
-
Dry weight (Ton/Ha/th)
Produktivitas
Primer dibagi 2 macam :
a. Produktivitas
primer kotor
Kecepatan
total fotosintesis, mencakup pula bahan organik yang dipakai untuk respirasi
selama pengukuran. Istilah ini sama dengan Asimilasi Total.
b. Produksi primer bersih
Kecepatan penyimpanan bahan-bahan organik yang
dipakai untuk respirasi oleh
tumbuh-tumbuhan selama pengukuran. Istilah ini sama dengan Asimilasi Bersih.
2. Produktivitas
sekunder
Produktivitas sekunder adalah
penggunaan energi pada hewan dan mikroba (heterotrof). Produktivitas sekunder
merupakan laju penambatanenergi yang dilakukan oleh konsumen. Pada
produktivitas sekunder ini tidak dibedakan atas produktivitas kasar dan bersih.
Produktivitas sekunder pada dasarnya adalah asimilasi pada aras atau tingkatan
konsumen.
2.2 Faktor
yang mempengaruhi produktivitas :
a. Proses fotosintesis
Dalam proses
ini hanya sebagian kecil energi cahaya yang dimanfaatkan. Diperkirakan dari
sejumlah energi cahaya yang sampai pada tumbuhan, hanya 1 – 5% dapat diubah
menjadi energi kimia. Pemanfaatan energi cahaya untuk membentuk karbohidrat
dalam fotosintesis meliputi beberapa proses kimia yang sangat kompleks termasuk
dengan biokalalisatornya yang berupa enzim. Secara sederhana reaksi
fotosintesis dapat dituliskan sebagai berikut.
6CO2 + 6H2O
+ energy radiasi → 6C6H12O6 + O2
a b c d e
a.dari udara
atau hasil respirasi
b.dari tanah
c.diabsorpsi
oleh pigmen dalam dalam daun (klorofil)
d.gula dalam
sel tumbuhan
e.dilepas
keudara atau dipakai dalam respirasi
Gula
yang dihasilkan dalam fotosintesis mempunyai berbagai
kemungkinan
yaitu, dimanfaatkan kembali dalam proses respirasi untuk menghasilkan ATP;
dikonversi menjadi bentuk senyawa organik lain; dan dikombinasi dengan gugus
tertentu menjadi asam amino dan selanjutnya diubah menjadi protein.
b. Proses respirasi
Proses ini merupakan
kebalikan dari proses fotosintesis yang melibatkan berbagai reaksi dan
biokatalisator yang berupa enzim. Secara sederhana reaksinya adalah sebagai
berikut.
6C6H12O6
+ O2 → 6 CO2
+ energy
Pada kondisi optimum kecepatan
fotosintesis dapat mencapai 30 kali dari kecepatan respirasi, terutama pada
tempat-tempat yang terdedah dengan cahaya matahari. Pada umumnya tumbuhan
menggunakan karbohidrat untuk respirasinya berkisar antara 10 – 75% dari hasil
fotosintesisnya, dan ini tergantung dari jenis dan usia tumbuhan.
b. Faktor
Lingkungan
Faktor
lingkungan ada 2 yaitu faktor eksternal dan faktor internal.
Faktor eksternal suhu, cahaya, air,
nutrisi, tanah dan herbivora :
a. Suhu
Berdasarkan
gradasi suhu rata-rata tahunan, maka produktivitas akan meningkat dari wilayah
kutub ke ekuator. Namun pada hutan hujan tropis, suhu bukanlah menjadi faktor
dominan yang menentukan produktivitas, tapi lamanya musim tumbuh. Adanya suhu
yang tinggi dan konstan hampir sepanjang tahun dapat bermakna musim tumbuh bagi
tumbuhan akan berlangsung lama, yang pada gilirannya meningkatkan
produktivitas. Suhu secara langsung ataupun tidak langsung berpengaruh pada
produktivitas. Secara langsung suhu berperan dalam mengontrol reaksi enzimatik
dalam proses fotosintetis, sehingga tingginya suhu dapat meningkatkan laju
maksimum fotosintesis. Sedangkan secara tidak langsung, misalnya suhu berperan
dalam membentuk stratifikasi kolom perairan yang akibatnya dapat mempengaruhi
distribusi vertikal fitoplankton.
b. Cahaya
Cahaya
merupakan sumber energy primer bagi ekosistem. Cahaya memiliki peran yang
sangat vital dalam produktivitas primer, oleh karena hanya dengan energy cahaya
tumbuhan dan fitoplankton dapat menggerakkan mesin fotosintesis dalam tubuhnya.
Hal ini berarti bahwa wilayah yang menerima lebih banyak dan lebih lama
penyinaran cahaya matahari tahunan akan memiliki kesempatan berfotosintesis
yang lebih panjang sehingga mendukung peningkatan produktivitas primer. Pada
ekosistem terrestrial seperti hutan hujan tropis memilik produktivitas primer
yang paling tinggi karena wilayah hutan hujan tropis menerima lebih banyak
sinar matahari tahunan yang tersedia bagi fotosintesis dibanding dengan iklim
sedang. Sedangkan pada eksosistem perairan, laju pertumbuhan fitoplankton sangat
tergantung pada ketersediaan cahaya dalam perairan. Laju pertumbuhan maksimum
fitoplankton akan mengalami penurunan jika perairan berada pada kondisi
ketersediaan cahaya yang rendah.
c. Air,
curah hujan dan kelembaban
Produktivitas
pada ekosistem terrestrial berkorelasi dengan ketersediaan air. Air merupakan
bahan dasar dalam proses fotosintesis, sehingga ketersediaan air merupakan
faktor pembatas terhadap aktivitas fotosintetik. Secara kimiwi air berperan
sebagai pelarut universal, keberadaan air memungkinkan membawa serta nutrient
yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Air memiliki siklus dalam ekosistem. Keberadaan
air dalam ekosistem dalam bentuk air tanah, air sungai/perairan, dan air di
atmosfer dalam bentuk uap. Uap di atmosfer dapat mengalami kondensasi lalu
jatuh sebagai air hujan. Interaksi antara suhu dan air hujan yang banyak yang
berlangsung sepanjang tahun menghasilkan kondisi kelembaban yang sangat ideal
tumbuhan terutama pada hutan hujan tropis untuk meningkatkan produktivitas.
Tingginya kelembaban pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas
mikroorganisme. Selain itu, proses lain yang sangat dipengaruhi proses ini
adalah pelapukan tanah yang berlangsung cepat yang menyebabkan lepasnya unsur
hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Terjadinya petir dan badai selama hujan
menyebabkan banyaknya nitrogen yang terfiksasi di udara, dan turun ke bumi
bersama air hujan. Namun demikian, air yang jatuh sebagai hujan akan
menyebabkan tanah-tanah yang tidak tertutupi vegetasi rentan mengalami pencucian
yang akan mengurangi kesuburan tanah. Pencucian adalah penyebab utama hilangnya
zat hara dalam ekosistem.
d. Nutrient
Tumbuhan
membutuhkan berbagai ragam nutrient anorganik, beberapa dalam jumlah yang
relatif besar dan yang lainnya dalam jumlah sedikit, akan tetapi semuanya
penting. Pada beberapa ekosistem terrestrial, nutrient organic merupakan faktor
pembatas yang penting bagi produktivitas. Produktivitas dapat menurun bahkan
berhenti jika suatu nutrient spesifik atau nutrient tunggal tidak lagi terdapat
dalam jumlah yang mencukupi. Nutrient spesifik yang demikian disebut nutrient
pembatas (limiting nutrient). Pada banyak ekosistem nitrogen dan fosfor
merupakan nutrient pembatas utama, beberapa bukti juga menyatakan bahwa CO2
kadang-kadang membatasi produktivitas. Produktivitas di laut umumnya terdapat
paling besar diperairan dangkal dekat benua dan disepanjang terumbu karang, di
mana cahaya dan nutrient melimpah. Produktivitas primer persatuan luas laut
terbuka relative rendah karena nutrient anorganic khusunya nitrogen dan fosfor
terbatas ketersediaannya dipermukaan. Di tempat yang dalam di mana nutrient
melimpah, namun cahaya tidak mencukupi untuk fotosintesis. Sehingga
fitoplankton, berada pada kondisi paling produktif ketika arus yang naik ke
atas membawa nitrogen dan fosfor kepermukaan.
e. Tanah
Potensi
ketersedian hidrogen yang tinggi pada tanah-tanah tropis disebabkan oleh
diproduksinya asam organik secara kontinu melalui respirasi yang dilangsungkan
oleh mikroorganisme tanah dan akar (respirasi tanah). Jika tanah dalam keadaan
basah, maka karbon dioksida (CO2) dari respirasi tanah beserta air (H2O) akan
membentuk asam karbonat (H2CO3 ) yang kemudian akan mengalami disosiasi menjadi
bikarbonat (HCO3-) dan sebuah ion hidrogen bermuatan positif (H+). Ion hidrogen
selanjutnya dapat menggantikan kation hara yang ada pada koloid tanah, kemudian
bikarbonat bereaksi dengan kation yang dilepaskan oleh koloid, dan hasil reaksi
ini dapat tercuci ke bawah melalui profil tanah (wiharto, 2007).
Hidrogen yang dibebaskan ke tanah sebagai hasil aktivitas biologi, akan
bereaksi dengan liat silikat dan membebaskan aluminium. Karena aluminium
merupakan unsur yang terdapat dimana-mana di daerah hutan hujan tropis, maka
alminiumlah yang lebih dominan berasosiasi dengan tanah asam di daerah ini.
Sulfat juga dapat menjadi sumber pembentuk asam di tanah. Sulfat ini dapat
masuk ke ekosistem melalui hujan maupun jatuhan kering, juga melalui aktivitas
organisme mikro yang melepaskan senyawa gas sulfur. Asam organik juga dapat dilepaskan
dari aktivitas penguraian serasah.
f. Herbivora
Sekitar 10 %
dari produktivitas vegetasi darat dunia dikonsumsi oleh herbivora biofag.
Persentase ini bervariasi menurut tipe ekosistem darat. Namun demikian, bahwa
akibat yang ditimbulkan oleh herbivora pada produktivitas primer sangat sedikit
sekali diketahui. Bahkan hubunga antar herbivora dan produktivitas primer
bersih kemungkinan bersifat kompleks, di mana konsumsi sering menstimulasi
produktivitas tumbuhan sehingga meningkat mencapai tingkat tertentu yang
kemudian dapat menurun jika intensitasnya optimum. Walaupun defoliasi
pada individu pohon secara menyeluruh sering sekali terjadi, hal ini disebabkan
oleh tingginya keanekaragaman di daerah hutan hujan tropis. Selain itu, banyak
pohon mengembangkan alat pelindung terhadap herbivora melalui produksi bahan
kimia tertentu yang jika dikonsumsi oleh herbivora memberi efek yang kurang
baik bagi herbivora. Faktor lingkungan yang mempengaruhi tingkat
produktivitas primer perairan dalam ekosistem, faktor lingkungan berpengaruh
terhadap segala aktivitas yang terjadi di lingkungan. Beberapa pengaruh yang
menentukan kandungan klorofil dan produktivitas primer adalah kedalaman,
kecerahan, kecepatan arus, suhu, salinitas, fosfat, dan nitrit. Fitoplankton
yang hidup dalam perairan merupakan penyokong produktivitas primer. Pengukuran
tingkat produktivitas primer suatu perairan alami harus berdasarkan besarnya
aktivitas fotosintesis oleh bakteri dan alga.
Faktor internal meliputi, struktur dan komposisi komunitas,
jenis dan umur tumbuhan, serta peneduhan :
a. Strukur dan komposisi komunitas
Struktur dan komposisi komunitas
sangat menentukan produktivitas. Bentuk pohon, perdu dan herba yang hidup pada
habitat yang sama, akan menghasilkan produktivitas yang berbeda.
b. Jenis dan umur tumbuhan
Perbedaan laju pertumbuhan diantara jenis-jenis yang
berkompetisi dalam suatu ekosistem merupakan kejadian yang alami, dengan
demikian akan terjadi pula perbedaan produktivitas pada fase pertumbuhan yang
berbeda atau pada umur yang berbeda dari suatu jenis yang sama. Tumbuhan akan mencapai produktivitas maksimal pada fase muda. Ketika tubuh
tumbuhan meningkat energi yang difiksasi lebih banyak digunakan untuk mengelola
tubuhnya. Produktivitas yang berlebih digunakan untuk membentuk produktivitas
bersih yang secara teratur menurun dalam masa pemasakan.
c. Peneduhan
Bentuk-bentuk geometri tumbuhan dan kerapatannya sangat berperan dalam
menentukan efisiensi ekosistemnya. Tumbuhan yang memiliki daun yang relatif
lebar dan vertikal dapat menghasilkan area aktif fotosintesis maksimum dan
total peneduhannya rendah. Informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
produktivitas primer pada setiap tanaman terjadi pada tingkatan yang spesifik,
keadaan yang sama juga terjadi pada daun-daun yang terisolasi. Dalam hal ini
hanya memperhatikan salah satu faktor yang kompleks yang mempengaruhi
produktivitas primer yaitu struktur 3 dimensi dari suatu kanopi vegetasi.
Faktor struktural ini mempengaruhi efisiensi kanopi sebagai suatu penangkap
cahaya. Pada kanopi berdaun lebar sebagian cahaya tidak di serapdekat permukaan
dan tingkat kanopi yang lebih rendah terlindungi lebih banyak. Akibatnya
fotosintesis bersih cenderung terkonsentrasi di lapisan atas pada tipe kanopi
berdaun lebar dan terkonsentrasi dilapisan tengah pada tipe kanopi berdaun
sempit. Posisi sudut daun mempengaruhi juga kedalaman penetrasi cahaya ke dalam
kanopi. Penetrasi cahaya akan lebih dalam bila daunnya tegak. Tanaman padi yang
memiliki geometri sudut daun atau kanopi vertikal dan tipe berdaun sempit akan
lebih efektif pada intensitas cahaya yang kuat dan ketika posisi matahari
rendah. Kanopi horizontal dari tipe berdaun lebar akan lebih efektif pada
intensitas cahaya rendah dan ketika matahari berada di atas kepala.
2.3 Pengukuran
Produktivitas
1.
Metode
Penghitungan Biomassa
Terdapat
4 cara utama untuk menghitung biomassa yaitu (i) sampling dengan pemanenan
(Destructive sampling) secara in situ; (ii) sampling tanpa pemanenan
(Non-destructive sampling) dengan data pendataan hutan secara in situ; (iii)
Pendugaan melalui penginderaan jauh; dan (iv) pembuatan model. Untuk masing
masing metode di atas, persamaan allometrik digunakan untuk mengekstrapolasi
cuplikan data ke area yang lebih luas. Penggunaan persamaan allometrik standard
yang telah dipublikasikan sering dilakukan, tetapi karena koefisien persamaan
allometrik ini bervariasi untuk setiap lokasi dan spesies, penggunaan persamaan
standard ini dapat mengakibatkan galat (error) yang signifikan dalam
mengestimasikan biomassa suatu vegetasi.
a. Sampling
dengan pemanenan
Metode
ini dilaksanakan dengan memanen seluruh bagian tumbuhan termasuk akarnya,
mengeringkannya dan menimbang berat biomassanya. Pengukuran dengan metode ini
untuk mengukur biomassa hutan dapat dilakukan dengan mengulang beberapa area
cuplikan atau melakukan ekstrapolasi untuk area yang lebih luas dengan
menggunakan persamaan alometrik. Meskipun metode ini terhitung akurat untuk
menghitung biomassa pada cakupan area kecil, metode ini terhitung mahal dan
sangat memakan waktu. Prosedur umum untuk membuat estimasi berat dari individu
masing-masing pohon yang menjadi bagian dalam pemanenan biomassa (destructive
sampling) adalah sebagai berikut:
• Tebang
pohon dan pisahkan material yang ada sesuai dengan komponen dari pohon
tersebut.
• Bagi
dan timbang setiap komponen bagian-demi bagian.
• Ambil
subsample dari masing-masing komponen.
• Tentukan
volume dari sub sample dengan metode penenggelaman dalm air atau metode lainnya
(optional).
• Keringkan
dengan oven dan timbang masing-masing sub smple.
• Tetapkan
total berat kering dari masing-masing bagian.
• Terapkan
factor kepadatan berat basah dan berat kering untuk setiap komponen.
• Jumlahkan
berat masing-masing komponen menjadi berat keseluruhan pohon.
Berat basah keseluruhan pohon dan
komponen-komponennya dapat dibagi atau dibedakan dengan cara ini atau melalui
cara sampling. Membagi berdasarkan kadar air dan berat kering umumya memerlukan
proses laboratorium. Metode untuk mengestimasikan berat dan volume semak dan
vegetasi lain mengandung prinsip yang sama dengan pengukuran untuk pohon.
Variabel bebas untuk fungsi (persamaan) berat kering dalam beberapa kasus dapat
pula disamakan seperti tinggi dan densitas vegetasi.
b. Sampling
tanpa pemanenan
Metode ini merupakan cara sampling
dengan melakukan pengkukuran tanpa melakukan pemanenan. Metode ini antara lain
dilakukan dengan mengukur tinggi atau diameter pohon dan menggunakan persamaan
alometrik untuk mengekstrapolasi biomassa.
c. Pendugaan
melalui penginderaan jauh.
Penggunaan teknologi penginderaan
jauh umumnya tidak dianjurkan terutama untuk proyek-proyek dengan skala kecil. Kendala
yang umumnya adalah karena teknologi ini relatif mahal dan secara teknis
membutuhkan keahlian tertentu yang mungkin tidak dimiliki oleh pelaksana
proyek. Metode ini juga kurang efektif pada daearah aliran sungai, pedesaan
atau wanatani (agroforestry) yang berupa mosaic dari berbagai penggunaan lahan
dengan persil berukuran kecil (beberapa ha saja). Hasil pengideraan jauh dengan
resolusi sedang mungkin sangat bermanfaat untuk membagi area proyek menjadi
kelas-kelas vegetasi yang relative homogen. Hasil pembagian kelas ini menjadi
panduan untuk proses survey dan pengambilan data lapangan. Untuk mendapatkan
estimasi biomassa dengan tingkat keakuratan yang baik memerlukan hasil
pengideraan jauh dengan resolusi yang tinggi, tetapi hal ini akan menjadi metode
alternatif dengan biaya yang besar.
d. Pembuatan
model
Model digunakan untuk menghitung
estimasi biomassa dengan frekuensi dan intensitas pengamtan insitu atau
penginderaan jauh yang terbatas. Umumnya, model empiris ini didasarkan pada
jaringan dari sample plot yang diukur berulang, yang mempunyai estimasi
biomassa yang sudah menyatu atau melalui persamaan allometrik yang mengkonversi
volume menjadi biomassa.
B. Estimasi Biomassa
Hutan/Pohon
Terdapat dua pendekatan untuk
mengestimasikan biomassa di atas permukaan dari suatu pohon/hutan. Dua (2)
Pendekatan tersebut adalah pendekatan langsung dengan membuat persamaan
allometrik dan pendekatan tidak langsung dengan mengggunakan “biomass expansion factor” . Meskipun
terdapat keuntungan dan kekurangan dari masing-masing pendekatan, tetapi harus
diperhatikan bahwa pendekatan tidak langsung didasarkan pada faktor yang
dikembangkan pada tingkat tegakan dari hutan dengan kanopi yang tertutup
(rapat)
dan tidak dapat digunakan untuk membuat estimasi dari pohon secara individu.
a. Biomass Expansion
Factor (BEF)
|
BEF = Wt
V
Dimana, BEF = Biomass expansion factor
(Mg/m3); Wt = total biomassa tegakan (Mg/ha); V= volume tegakan (m3/ha)
BEF meruapakan suatu nilai yang
tergantung pada ukuran dan umur pohon/tegakan. Untuk itu, penggunaan BEF untuk
mengestimasi biomassa sebaiknya menggunakan BEF yang age-dependent atau
memperhatikan umur tegakan dalam penyusunannya. Penggunaan BEF yang berupa
nilai konstan pada sembarang umur tegakan menghasilkan nilai yang bias.
Brown and Lugo (1992), memberikan
persamaan untuk menghitung BEF sebagai berikut:
BEF = Exp [3.213 – 0.506 x ln (BV)]
Untuk BV<190 t/ha; 1.74 untuk BV≥ 190
t/ha; Jumlah sample 56; r2 = 0.76. BV= biomassa dari volume hasil pendataan
(t/ha) yang dihitung dari Volume kayu bulat berkulit / volume over bark (m3/ha)
dan berat jenis kayu (t/m3)
|
VEF = Exp[1.300 – 0.209 x ln(VOB30)]
Untuk
VOB 30 <250 m3/ha; 1.13 untuk VOB30 > 250m3/ha
b. Persamaan
Allometrik
Allometri
didefinisikan sebagai suatu studi dari suatu hubungan antara pertumbuhan dan
ukuran salah satu bagian organisme dengan pertumbuhan atau ukuran dari
keseluruhan organisme. Dalam studi biomassa hutan / pohon persamaan allometrik
digunakan untuk mengetahui hubungan antara ukuran pohon (diameter atau tinggi)
dengan berat (kering) pohon secara keseluruhan (Sutaryo, Dandun. 2009: 5-8).
2.
Metode aliran kimia
Cara-
cara untuk menentukan produktivitas
adalah sangat penting mengingat proses ini memiliki arti ekologi yang
sangat nyata. Sebagian besar pengukurannya dilakukan secara tidak langsung
berdasarkan pada jumlah substansi yang dihasilkan. Produktivitas harus diukur
selama waktu yang tepat, karena terdapat perbedaan metabolisme selama siang dan
malam hari. Cara perhitungan produktivitas aliran kimia dapat dilakukan dengan
:
1. Metode
penentuan oksigen
Oksigen merupakan hasil samplingan dari
fotosintesis, sehingga ada hubungan erat antara produktivitas dengan oksigen
yang dihasilkan oleh tumbuhan. Tetapi harus diingat sebagian oksigen
dimanfaatkan oleh tumbuhan tersebut dalam proses respirasi dan harus
diperhitungkan dalam penentuan produktivitas. Biasanya metode ini sangat cocok
dalam emnentukan produktivitas primer ekosistem perairan.
2. Metode
pengukuran karbondioksida
Karbondoksida yang dipakai dalam fotosintesis oleh
tumbuhan dapat dipergunakan sebagai indikasi untuk produktivitas. Dalam hal ini
seperti juga pada metode penentuan oksigen proses respirasi harus
diperhitungkan. Metde ini cocok untuk tumbuhan darat dan dapat dipakai pada
organ daun, seluruh bagian tumbuhan dan bahkan satu komunitas tumbuhan.
3. Metode
penentuan klorofil
Produktivitas
berhubugan dengan jumlah klorofil yang ada. Konsentrasi klorofil dapat
ditentukan dengan cara yang sederhana yaitu dengan cara mengekstrasi pigmen
tumbuhan.
3. Pendekatan Aliran
Energi
Pengertian Aliran
Energi dalam Ekosistem adalah proses berpindahnya energi dari suatu tingkat
trofik ke tingkat trofik berikutnya yang dapat digambarkan dengan rantai
makanan atau dengan piramida biomasa.
Cahaya matahari adalah sumber utama energi
bagi kehidupan . Energi memasuki sebagian besar ekosistem dalam bentuk cahaya
matahari, energi cahaya matahari ini diubah menjadi energi kimia oleh organisme
autotrof, yang kemudian diteruskan keorganisme heterotrof dalam bentuk
senyawa-senyawa organik dalam makanannya dan dibuang dalam bentuk panas
Energi kimia ini mengalir dari produsen ke
konsumen dari berbagai tingkatan trofik melalui jalur rantai makanan. Energi
kimia yang diperoleh organisme digunakan untuk kegiatan hidupnya sehinggga
tumbuh dan berkembang, pertumbuhan dan perkembangan organisme menunjukkan
energi kimia yang tersimpan dalam organisme tersebut.jadi setiap organisme melakukan pemasukan
dan penyimpanan energy,
Pemasukan dan penyimpanan energi dalam suatu
ekosistem disebut produktivitas ekosistem yang terdiri dari produktivitas
primer dan produktivitas sekunder.
Pengaturan energi suatu ekosistem bergantung
pada produktivitas primer.
Ketika energi mengalir melalui suatu
ekosistem ,banyak energi yang hilang disetiap tingkat trofik.
Produktivitas primer adalah kecepatan
mengubah energi cahaya matahari menjadi energi kimia dalam bentuk bahan organik
oleh organisme autotrof. Seluruh bahan organik yang dihasilkan dari proses
fotosintesis pada organisme autotrof disebut produktivitas primer kotor (ppk)
dan bahan organik yang tersimpan disebut produktivitas primer bersih (ppb).
produktivitas sekunder adalah kecepatan
energi kimia mengubah bahan organik menjadi simpanan energi kimia baru oleh
organisme heterotrof.bahan organik yang tersimpan pada organisme
autotrof dapat digunakan sebagai makanan bagi organisme heterotrof. Dari makanan
ini organisme heterotrof memperoleh energi kimia yang akan digunakan untuk
kegiatan kehidupan dan di simpan
Ekosistem mempertahankan diri dengan siklus energi dan
nutrisi yang diperoleh dari sumber eksternal. Pada tingkat trofik pertama,
produsen primer (tumbuhan, alga, dan beberapa bakteri) menggunakan energi
matahari untuk menghasilkan bahan tanaman organik melalui fotosintesis. Hewan
Herbivora yang makan hanya pada tanaman membuat tingkat trofik kedua. Predator
yang memakan herbivora terdiri dari tingkat trofik ketiga, jika predator yang
lebih besar hadir, mereka mewakili tingkat trofik lebih tinggi lagi.
Organisme yang makanan pada beberapa tingkat trofik
(misalnya, beruang grizzly yang memakan buah dan salmon) diklasifikasikan pada
tingkat trofik tertinggi di mana mereka makan. Dekomposer, yang meliputi
bakteri, jamur, jamur, cacing, dan serangga, memecah limbah dan organisme mati
dan mengembalikan nutrisi ke dalam tanah.
Rata-rata sekitar 10 persen dari produksi energi bersih
pada satu tingkat trofik diteruskan ke tingkat berikutnya. Proses yang
pengurangan energi yang ditransfer antara tingkat trofik termasuk respirasi,
pertumbuhan dan reproduksi, buang air besar, dan kematian nonpredatory
(organisme yang mati tetapi tidak dimakan oleh konsumen). Kualitas gizi bahan
yang dikonsumsi juga mempengaruhi seberapa efisien energi ditransfer, karena
konsumen dapat mengkonversi sumber makanan berkualitas tinggi ke jaringan hidup
baru yang lebih efisien daripada sumber makanan berkualitas rendah.
Rendahnya transfer energi antara
tingkat trofik membuat pengurai umumnya lebih penting daripada produsen dalam
hal aliran energi. Dekomposer memproses sejumlah besar bahan organik dan
mengembalikan nutrisi ke ekosistem dalam bentuk anorganik, yang kemudian
diambil lagi oleh produsen primer. Energi tidak didaur ulang selama proses
dekomposisi, melainkan dilepaskan, sebagian besar sebagai panas (ini adalah apa
yang membuat tumpukan kompos terasa hangat). Gambar 6 menunjukkan aliran energi
(panah gelap) dan nutrisi (panah terang) melalui ekosistem.
Produktivitas primer bruto Sebuah ekosistem (GPP) adalah
jumlah total bahan organik yang dihasilkannya melalui fotosintesis.
Produktivitas primer bersih (NPP) menggambarkan jumlah energi yang masih
tersedia untuk pertumbuhan tanaman setelah dikurangi fraksi yang tanaman
digunakan untuk respirasi. Produktivitas dalam ekosistem tanah umumnya naik
pada suhu sampai sekitar 30 ° C, setelah itu menurun, dan berkorelasi positif
dengan kelembaban. Di darat produktivitas primer demikian tertinggi pada daerah
yang hangat, zona basah di daerah tropis di mana bioma hutan tropis berada.
Sebaliknya, ekosistem padang pasir semak belukar memiliki produktivitas
terendah karena iklim mereka sangat panas dan kering.
Di lautan, cahaya dan nutrisi merupakan faktor penting
untuk mengendalikan produktivitas. Cahaya menembus hanya ke tingkat paling atas
lautan, sehingga fotosintesis terjadi di perairan permukaan dan dekat permukaan.
Produktivitas primer laut yang tinggi di dekat pantai dan daerah lain di mana
upwelling membawa nutrisi ke permukaan, mendukung plankton untuk mekar.
Limpasan dari tanah juga merupakan sumber nutrisi di muara dan sepanjang
ambalan kontinental. Di antara ekosistem perairan, tempat kediaman alga, dan
terumbu karang memiliki produksi primer bersih tertinggi, sedangkan harga
terendah terjadi di tempat terbuka karena kurangnya nutrisi di lapisan
permukaan yang diterangi.
Berapa banyak tingkat trofik dapat dukungan ekosistem?
Jawabannya tergantung pada beberapa faktor, termasuk jumlah energi yang
memasuki ekosistem, kehilangan energi antara tingkat trofik, dan bentuk,
struktur, dan fisiologi organisme di tiap tingkat. Pada tingkatan yang lebih
tinggi, predator umumnya secara fisik lebih besar dan mampu memanfaatkan
sebagian kecil dari energi yang dihasilkan pada tingkat di bawah mereka,
sehingga mereka harus mencari makan di daerah yang semakin besar untuk memenuhi
kebutuhan kalori mereka.
Karena kekalahan energi tersebut, umumnya ekosistem
terestrial tidak lebih dari lima tingkat trofik, dan ekosistem laut umumnya
memiliki tidak lebih dari tujuh. Perbedaan antara ekosistem darat dan laut
kemungkinan karena perbedaan karakteristik mendasar dari tanah dan organisme
primer laut. Dalam ekosistem laut, fitoplankton yang berukuran mikroskopik
melaksanakan sebagian besar fotosintesis yang terjadi, sedangkan tanaman
melakukan sebagian besar pekerjaan ini di darat. Fitoplankton adalah organisme
kecil dengan struktur yang sangat sederhana, sehingga sebagian besar produksi
utama mereka dikonsumsi dan digunakan untuk energi oleh organisme merumput yang
memakannya. Sebaliknya, sebagian besar dari biomassa yang diproduksi tanaman
darat, seperti akar, batang, dan cabang, tidak dapat digunakan oleh herbivora
untuk makanan, jadi kurang proporsional dari energi yang diperbaiki melalui
produksi primer yang berjalan dalam rantai makanan.
Tingkat pertumbuhan juga bisa menjadi faktor penyebab.
Fitoplankton sangat kecil tapi tumbuh sangat cepat, sehingga mereka mendukung
populasi besar herbivora meskipun mungkin ada ganggang lebih sedikit daripada
herbivora pada saat tertentu. Sebaliknya, tanaman darat memerlukan waktu
bertahun-tahun untuk mencapai kematangan, sehingga atom karbon rata-rata
menghabiskan waktu tinggal lebih lama di tingkat produsen utama di darat
daripada yang dilakukannya dalam ekosistem laut. Selain itu, biaya pergerakan
umumnya lebih tinggi bagi organisme terestrial dibandingkan dengan yang ada di
lingkungan perairan.
Cara termudah untuk menggambarkan aliran energi melalui
ekosistem adalah dengan rantai makanan di mana energi berpindah dari satu
tingkat trofik ke depan, tanpa anjak dalam hubungan yang lebih kompleks antara
spesies individu. Beberapa ekosistem yang sangat sederhana dapat terdiri dari
rantai makanan dengan hanya beberapa tingkat trofik. Misalnya, ekosistem
terpencil angin yang menyapu Taylor di Lembah Antartika sebagian besar terdiri
dari bakteri dan ganggang yang umunya dimakan oleh cacing nematoda, bagaimanapun,
produsen dan konsumen yang terhubung dalam jaring makanan yang rumit pada
beberapa konsumen makan di beberapa tingkat trofik.
Sebuah konsekuensi penting dari kehilangan energi antara
tingkat trofik adalah bahwa kontaminan mengumpulkan pada hewan jaringan-proses
yang disebut bioakumulasi. Saat kontaminan bioakumulasi berada pada jaring
makanan, organisme di tingkat trofik yang lebih tinggi dapat terancam bahkan
jika polutan dimasukkan ke lingkungan dalam jumlah yang sangat kecil.
Insektisida DDT, yang banyak digunakan di Amerika Serikat
dari tahun 1940 hingga 1960-an, adalah kasus terkenal dari bioakumulasi. DDT
menumpuk pada elang sampai raptor lainnya ke tingkat yang cukup tinggi untuk
mempengaruhi reproduksi mereka, menyebabkan burung bertelur dengan cangkang
yang tipis sehingga mudah pecah di sarang mereka. Untungnya, populasi telah
pulih selama beberapa dekade sejak pestisida ini dilarang di Amerika Serikat.
Namun, masalah tetap ada di beberapa negara berkembang di mana pestisida yang
menyebabkan bioakumulasi beracun masih digunakan.
Bioakumulasi dapat mengancam manusia maupun hewan.
Sebagai contoh, di Amerika Serikat banyak lembaga federal dan negara saat ini
memperingatkan konsumen untuk menghindari atau membatasi konsumsi ikan predator
besar yang mengandung kadar merkuri yang tinggi, seperti hiu, ikan todak,
tilefish, dan king mackerel, untuk menghindari risiko kerusakan saraf dan cacat
lahir.
2.4 Pengaplikasian Produktivitas dalam Kajian
Ekosistem
Produktivitas ekosistem dapat diaplikasikan dalam
bentuk proses dasar yaitu sebagai berikut :
a.
Fotosintesis
Proses ini hanya memanfaatkan
sebagian kecil energi cahaya yaitu sekitar 1-5% yang diubah menjadi energi
kimia dan sebagian besar dipantulkan kembali atau berubah menjadi panas. Gula
yang dihasilkan dalam fotosintesis dapat dimanfaatkan dalam proses respirasi
untuk menghasilkan ATP dan dapat dikonpersi menjadi senyawa organik lain
seperti lignin, selulosa, lemak, dan protein. Estimasi potensi produktivitas
primer maksimum dapat diperoleh dari efisiensi potensial fotosintetis.
Energi cahaya yang dipancarkan
matahari ke bumi ± 7.000 kkal/m2/hari pada musim panas atau daerah
tropis dalam keadaan tidak mendung. Dari jumlah tersebut, sebanyak ± 2.735 kkal
dapat dimanfaatkan secara potensial untuk fotosintetis bagi tumbuhan. Sekitar
70% energi yang tersedia berperan dalam perantara pembentukan pemindahan energi
secara fotokhemis ke fotosintesis. Dari total energy tersebut, hanya sekitar
28% diabsorbsi ke dalam bentuk yang menjadi bagian dari pemasukan energy ke
dalam ekosistem. Prinsipnya dibutuhkan minimum 8 Einstein (mol quanta) cahaya
untuk menggerakkan 1 mol karbohidrat.
Secara teoritis produktivitas primer
bruto ekosistem dapat dihasilkan 635 kkal/m2/hari dan sebanyak 165
g/m2/hari berubah ke massa bahan organik. Untuk keperluan respirasi
harian, tumbuhan menggunakan ± 25% dari produk organik. Dengan demikian
produksi netto yang diperoleh ekosistem ± 124 g/m2/hari. Estimasi
hasil itu dapat diperoleh jika cahaya maksimal, efisiensi maksimal dalam
perubahan cahaya menjadi karbohidrat dan respirasi minimum. Salah satu bukti
catatan produktivitas bersih harian adalah sebesar 54 g/m2/hari pada
ekosistem padang rumput tropis dengan radiasi cahaya yang tinggi.
b.
Respirasi
Pada kondisi optimum kecepatan
fotosintesis dapat mencapai 30x dari respirasi terutama pada tempat terendah
cahaya matahari. Umumnya karbohidrat yang digunakan antara 10-75% tergantung
jenis dan usia tumbuhan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.
Produktivitas merupakan laju pemasukan dan
penyimpanan energi di dalam
ekosistem.
2. Faktor lingkungan yang mempengaruhi
produktivitas antara lain : suhu, cahaya, air, tanah dan kelembapan.
3.
Cara perhitungan produktivitas aliran kimia dapat
dilakukan dengan metode
penentuan oksigen, metode penentuan klorofil dan metode
penentuan
karbondioksida.
4. Aliran Energi dalam Ekosistem adalah proses
berpindahnya energi dari suatutingkat trofik ke tingkat trofik berikutnya yang
dapat digambarkan dengan rantai makanan atau dengan piramida biomasa.
5. Produktivitas
ekosistem dapat diaplikasikan dalam bentuk proses dasar yaitu : .
Fotosintesis dan respirasi.