Rabu, 23 Agustus 2017

KONSEP PRODUKTIVITAS



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari antara organisme dengan lingkungannya. Berasal dari bahasa yunani “oikos” yang artinya habitat dan logos yang artinya ilmu. Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk dengan lingkungannya.  Atau ilmu yang mempelajari pengruh faktor lingkungan terhadap jasad hidup. Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunannya, yaitu faktor biotik dan abiotik. Faktor-faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia hewan tumbuhan dan mikroba. Sedangkan faktor abiotik antara lain suhu, air kelembapan, cahaya, dan topografi.
Menurut Erbest Haeckle ekologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk ekonomi alam suatu kajian hubungan anorganik serta lingkungan organik disekitarnya. Yang akan dibahas pada materi ini adalah mengenai konsep produktivitas dalam ekosistem. Produktivitas adalah laju penambatan atau penyimpanan energi suatu komunitas atau ekosistem. Sebagaimana telah dijelaskan pada kegiatan belajar bahwa didalam suatu ekosistem ditemukan adanya produsen dan konsumen. Produktivitas pada aras produsen disebut produktivitas primer dan produktivitas aras konsumen adalah disebut produktivitas sekunder.  







1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan  produktivitas?
2.      Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produktivitas?
3.      Bagaimana cara menghitung produktivitas?
4.      Apa saja bentuk pengaplikasian produktivitas dalam ekosistem?

1.3  Tujuan penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian produktivitas
2.      Untuk mengetahui Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas
3.      Untuk mengetahui cara menghitung produktivitas
4.      Untuk mengetahui bentuk pengaplikasian produktivitas dalam ekosistem

1.4  Metode Penulisan
Metode penulisan dengan teknik studi kepustakaan atau literatur, yaitu pengetahuan yang bersumber dari beberapa litelatur dan media lainnya yang tentu ada kaitannya masalah yang di bahas di dalam tugas ini.
                                     












BAB II
KONSEP PRODUKTIVITAS
2.1 Pengertian Produktivitas
Produktivitas merupakan laju pemasukan dan penyimpanan energi di dalam ekosistem. Produktivitas dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
1.    Produktivitas primer
Produktivitas primer merupakan laju penambatan energi yang dilakukan oleh produsen.  Menurut Campbell (2002), Produktivitas primer menunjukkan Jumlah energi cahaya yang diubah menjadi energi kimia oleh autotrof suatu ekosistem selama suatu periode waktu tertentu. Total produktivitas primer dikenal sebagai produktivitas primer kotor (gross primary productivity, GPP). Tidak semua hasil produktivitas ini disimpan sebagai bahan organik pada tubuh organisme produsen atau pada tumbuhan yang sedang tumbuh, karena organisme tersebut menggunakan sebagian molekul tersebut sebagai bahan bakar organik dalam respirasinya. Dengan demikian, Produktivitas primer bersih (net primary productivity, NPP) sama dengan produktivitas primer kotor dikurangi energi yang digunakan oleh produsen untuk respirasi (Rs):
NPP = GPP – Rs 
Dalam sebuah ekosistem, produktivitas primer menunjukkan simpanan energi kimia yang tersedia bagi konsumen. Pada sebagian besar produsen primer, produktivitas primer bersih dapat mencapai 50% – 90% dari produktivitas primer kotor. Menurut Campbell et al (2002), Rasio NPP terhadap GPP umumnya lebih kecil bagi produsen besar dengan struktur nonfotosintetik yang rumit, seperti pohon yang mendukung sistem batang dan akar yang besar dan secara metabolik aktif. Produktivitas primer dapat dinyatakan dalam energi persatuan luas persatuan waktu (J/m2/tahun), atau sebagai biomassa (berat kering organik) vegetasi yang ditambahkan ke ekosistem persatuan luasan per satuan waktu (g/m2/tahun). Namun demikian, produktivitas primer suatu ekosistem hendaknya tidak dikelirukan dengan total biomassa dari autotrof fotosintetik yang terdapat pada suatu waktu tertentu, yang disebut biomassa tanaman tegakan (standing crop biomass). Produktivitas primer menunjukkan laju di mana organisme-organisme mensintesis biomassa baru. Meskipun sebuah hutan memiliki biomassa tanaman tegakan yang sangat besar, produktivitas primernya mungkin sesungguhnya kurang dari produktivitas primer beberapa padang rumput yang tidak mengakumulasi vegetasi (Campbell et al., 2002).
Kecepatan penyimpanan energi potensial oleh organisme produsen melalui proses fotosintesis dalam bentuk bahan-bahan organik yang dapat digunakan sebagai bahan pangan.
Unit satuannya :   - Ash Free Dry Weight (Kal/Ha/th)
                  - Dry weight (Ton/Ha/th)
 Produktivitas Primer dibagi 2 macam :
a.       Produktivitas primer kotor
Kecepatan total fotosintesis, mencakup pula bahan organik yang dipakai untuk respirasi selama pengukuran. Istilah ini sama dengan Asimilasi Total.
b.      Produksi  primer bersih
Kecepatan penyimpanan bahan-bahan organik yang dipakai  untuk respirasi oleh tumbuh-tumbuhan selama pengukuran. Istilah ini sama dengan Asimilasi Bersih.

2.    Produktivitas sekunder
Produktivitas sekunder adalah penggunaan energi pada hewan dan mikroba (heterotrof). Produktivitas sekunder merupakan laju penambatanenergi yang dilakukan oleh konsumen. Pada produktivitas sekunder ini tidak dibedakan atas produktivitas kasar dan bersih. Produktivitas sekunder pada dasarnya adalah asimilasi pada aras atau tingkatan konsumen.
2.2 Faktor yang mempengaruhi produktivitas :
a.       Proses fotosintesis
Dalam proses ini hanya sebagian kecil energi cahaya yang dimanfaatkan. Diperkirakan dari sejumlah energi cahaya yang sampai pada tumbuhan, hanya 1 – 5% dapat diubah menjadi energi kimia. Pemanfaatan energi cahaya untuk membentuk karbohidrat dalam fotosintesis meliputi beberapa proses kimia yang sangat kompleks termasuk dengan biokalalisatornya yang berupa enzim. Secara sederhana reaksi fotosintesis dapat dituliskan sebagai berikut.    
  
6CO2 + 6H2O + energy radiasi → 6C6H12O6 + O2
                           a b             c                     d           e

a.dari udara atau hasil respirasi
b.dari tanah
c.diabsorpsi oleh pigmen dalam dalam daun (klorofil)
d.gula dalam sel tumbuhan
e.dilepas keudara atau dipakai dalam respirasi
    Gula yang dihasilkan dalam fotosintesis mempunyai berbagai
kemungkinan yaitu, dimanfaatkan kembali dalam proses respirasi untuk menghasilkan ATP; dikonversi menjadi bentuk senyawa organik lain; dan dikombinasi dengan gugus tertentu menjadi asam amino dan selanjutnya diubah menjadi protein.

b. Proses respirasi
                   Proses ini merupakan kebalikan dari proses fotosintesis yang melibatkan berbagai reaksi dan biokatalisator yang berupa enzim. Secara sederhana reaksinya adalah sebagai berikut.
6C6H12O6 + O2   →   6 CO2 + energy
Pada kondisi optimum kecepatan fotosintesis dapat mencapai 30 kali dari kecepatan respirasi, terutama pada tempat-tempat yang terdedah dengan cahaya matahari. Pada umumnya tumbuhan menggunakan karbohidrat untuk respirasinya berkisar antara 10 – 75% dari hasil fotosintesisnya, dan ini tergantung dari jenis dan usia tumbuhan.
b. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan ada 2 yaitu faktor eksternal dan faktor internal.
Faktor eksternal suhu, cahaya, air, nutrisi, tanah dan herbivora :
a.    Suhu
Berdasarkan gradasi suhu rata-rata tahunan, maka produktivitas akan meningkat dari wilayah kutub ke ekuator. Namun pada hutan hujan tropis, suhu bukanlah menjadi faktor dominan yang menentukan produktivitas, tapi lamanya musim tumbuh. Adanya suhu yang tinggi dan konstan hampir sepanjang tahun dapat bermakna musim tumbuh bagi tumbuhan akan berlangsung lama, yang pada gilirannya meningkatkan produktivitas. Suhu secara langsung ataupun tidak langsung berpengaruh pada produktivitas. Secara langsung suhu berperan dalam mengontrol reaksi enzimatik dalam proses fotosintetis, sehingga tingginya suhu dapat meningkatkan laju maksimum fotosintesis. Sedangkan secara tidak langsung, misalnya suhu berperan dalam membentuk stratifikasi kolom perairan yang akibatnya dapat mempengaruhi distribusi vertikal fitoplankton.

b.    Cahaya
Cahaya merupakan sumber energy primer bagi ekosistem. Cahaya memiliki peran yang sangat vital dalam produktivitas primer, oleh karena hanya dengan energy cahaya tumbuhan dan fitoplankton dapat menggerakkan mesin fotosintesis dalam tubuhnya. Hal ini berarti bahwa wilayah yang menerima lebih banyak dan lebih lama penyinaran cahaya matahari tahunan akan memiliki kesempatan berfotosintesis yang lebih panjang sehingga mendukung peningkatan produktivitas primer. Pada ekosistem terrestrial seperti hutan hujan tropis memilik produktivitas primer yang paling tinggi karena wilayah hutan hujan tropis menerima lebih banyak sinar matahari tahunan yang tersedia bagi fotosintesis dibanding dengan iklim sedang. Sedangkan pada eksosistem perairan, laju pertumbuhan fitoplankton sangat tergantung pada ketersediaan cahaya dalam perairan. Laju pertumbuhan maksimum fitoplankton akan mengalami penurunan jika perairan berada pada kondisi ketersediaan cahaya yang rendah.
c.    Air, curah hujan dan kelembaban
Produktivitas pada ekosistem terrestrial berkorelasi dengan ketersediaan air. Air merupakan bahan dasar dalam proses fotosintesis, sehingga ketersediaan air merupakan faktor pembatas terhadap aktivitas fotosintetik. Secara kimiwi air berperan sebagai pelarut universal, keberadaan air memungkinkan membawa serta nutrient yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Air memiliki siklus dalam ekosistem. Keberadaan air dalam ekosistem dalam bentuk air tanah, air sungai/perairan, dan air di atmosfer dalam bentuk uap. Uap di atmosfer dapat mengalami kondensasi lalu jatuh sebagai air hujan. Interaksi antara suhu dan air hujan yang banyak yang berlangsung sepanjang tahun menghasilkan kondisi kelembaban yang sangat ideal tumbuhan terutama pada hutan hujan tropis untuk meningkatkan produktivitas. Tingginya kelembaban pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas mikroorganisme. Selain itu, proses lain yang sangat dipengaruhi proses ini adalah pelapukan tanah yang berlangsung cepat yang menyebabkan lepasnya unsur hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Terjadinya petir dan badai selama hujan menyebabkan banyaknya nitrogen yang terfiksasi di udara, dan turun ke bumi bersama air hujan.  Namun demikian, air yang jatuh sebagai hujan akan menyebabkan tanah-tanah yang tidak tertutupi vegetasi rentan mengalami pencucian yang akan mengurangi kesuburan tanah. Pencucian adalah penyebab utama hilangnya zat hara dalam ekosistem. 
d.    Nutrient
Tumbuhan membutuhkan berbagai ragam nutrient anorganik, beberapa dalam jumlah yang relatif besar dan yang lainnya dalam jumlah sedikit, akan tetapi semuanya penting. Pada beberapa ekosistem terrestrial, nutrient organic merupakan faktor pembatas yang penting bagi produktivitas. Produktivitas dapat menurun bahkan berhenti jika suatu nutrient spesifik atau nutrient tunggal tidak lagi terdapat dalam jumlah yang mencukupi. Nutrient spesifik yang demikian disebut nutrient pembatas (limiting nutrient). Pada banyak ekosistem nitrogen dan fosfor merupakan nutrient pembatas utama, beberapa bukti juga menyatakan bahwa CO2 kadang-kadang membatasi produktivitas. Produktivitas di laut umumnya terdapat paling besar diperairan dangkal dekat benua dan disepanjang terumbu karang, di mana cahaya dan nutrient melimpah. Produktivitas primer persatuan luas laut terbuka relative rendah karena nutrient anorganic khusunya nitrogen dan fosfor terbatas ketersediaannya dipermukaan. Di tempat yang dalam di mana nutrient melimpah, namun cahaya tidak mencukupi untuk fotosintesis. Sehingga fitoplankton, berada pada kondisi paling produktif ketika arus yang naik ke atas membawa nitrogen dan fosfor kepermukaan.
e.    Tanah
Potensi ketersedian hidrogen yang tinggi pada tanah-tanah tropis disebabkan oleh diproduksinya asam organik secara kontinu melalui respirasi yang dilangsungkan oleh mikroorganisme tanah dan akar (respirasi tanah). Jika tanah dalam keadaan basah, maka karbon dioksida (CO2) dari respirasi tanah beserta air (H2O) akan membentuk asam karbonat (H2CO3 ) yang kemudian akan mengalami disosiasi menjadi bikarbonat (HCO3-) dan sebuah ion hidrogen bermuatan positif (H+). Ion hidrogen selanjutnya dapat menggantikan kation hara yang ada pada koloid tanah, kemudian bikarbonat bereaksi dengan kation yang dilepaskan oleh koloid, dan hasil reaksi ini dapat tercuci ke bawah melalui profil tanah (wiharto, 2007). Hidrogen yang dibebaskan ke tanah sebagai hasil aktivitas biologi, akan bereaksi dengan liat silikat dan membebaskan aluminium. Karena aluminium merupakan unsur yang terdapat dimana-mana di daerah hutan hujan tropis, maka alminiumlah yang lebih dominan berasosiasi dengan tanah asam di daerah ini. Sulfat juga dapat menjadi sumber pembentuk asam di tanah. Sulfat ini dapat masuk ke ekosistem melalui hujan maupun jatuhan kering, juga melalui aktivitas organisme mikro yang melepaskan senyawa gas sulfur. Asam organik juga dapat dilepaskan dari aktivitas penguraian serasah.
f.     Herbivora
Sekitar 10 % dari produktivitas vegetasi darat dunia dikonsumsi oleh herbivora biofag. Persentase ini bervariasi menurut tipe ekosistem darat. Namun demikian, bahwa akibat yang ditimbulkan oleh herbivora pada produktivitas primer sangat sedikit sekali diketahui. Bahkan hubunga antar herbivora dan produktivitas primer bersih kemungkinan bersifat kompleks, di mana konsumsi sering menstimulasi produktivitas tumbuhan sehingga meningkat mencapai tingkat tertentu yang kemudian dapat menurun jika intensitasnya optimum.  Walaupun defoliasi pada individu pohon secara menyeluruh sering sekali terjadi, hal ini disebabkan oleh tingginya keanekaragaman di daerah hutan hujan tropis. Selain itu, banyak pohon mengembangkan alat pelindung terhadap herbivora melalui produksi bahan kimia tertentu yang jika dikonsumsi oleh herbivora memberi efek yang kurang baik bagi herbivora.  Faktor lingkungan yang mempengaruhi tingkat produktivitas primer perairan dalam ekosistem, faktor lingkungan berpengaruh terhadap segala aktivitas yang terjadi di lingkungan. Beberapa pengaruh yang menentukan kandungan klorofil dan produktivitas primer adalah kedalaman, kecerahan, kecepatan arus, suhu, salinitas, fosfat, dan nitrit. Fitoplankton yang hidup dalam perairan merupakan penyokong produktivitas primer. Pengukuran tingkat produktivitas primer suatu perairan alami harus berdasarkan besarnya aktivitas fotosintesis oleh bakteri dan alga.
Faktor internal meliputi, struktur dan komposisi komunitas, jenis dan umur tumbuhan, serta peneduhan :
a.      Strukur dan komposisi komunitas
Struktur dan komposisi komunitas sangat menentukan produktivitas. Bentuk pohon, perdu dan herba yang hidup pada habitat yang sama, akan menghasilkan produktivitas yang berbeda.
b.      Jenis dan umur tumbuhan
Perbedaan laju pertumbuhan diantara jenis-jenis yang berkompetisi dalam suatu ekosistem merupakan kejadian yang alami, dengan demikian akan terjadi pula perbedaan produktivitas pada fase pertumbuhan yang berbeda atau pada umur yang berbeda dari suatu jenis yang sama. Tumbuhan akan mencapai produktivitas maksimal pada fase muda. Ketika tubuh tumbuhan meningkat energi yang difiksasi lebih banyak digunakan untuk mengelola tubuhnya. Produktivitas yang berlebih digunakan untuk membentuk produktivitas bersih yang secara teratur menurun dalam masa pemasakan.
c.       Peneduhan
Bentuk-bentuk geometri tumbuhan dan kerapatannya sangat berperan dalam menentukan efisiensi ekosistemnya. Tumbuhan yang memiliki daun yang relatif lebar dan vertikal dapat menghasilkan area aktif fotosintesis maksimum dan total peneduhannya rendah. Informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas primer pada setiap tanaman terjadi pada tingkatan yang spesifik, keadaan yang sama juga terjadi pada daun-daun yang terisolasi. Dalam hal ini hanya memperhatikan salah satu faktor yang kompleks yang mempengaruhi produktivitas primer yaitu struktur 3 dimensi dari suatu kanopi vegetasi. Faktor struktural ini mempengaruhi efisiensi kanopi sebagai suatu penangkap cahaya. Pada kanopi berdaun lebar sebagian cahaya tidak di serapdekat permukaan dan tingkat kanopi yang lebih rendah terlindungi lebih banyak. Akibatnya fotosintesis bersih cenderung terkonsentrasi di lapisan atas pada tipe kanopi berdaun lebar dan terkonsentrasi dilapisan tengah pada tipe kanopi berdaun sempit. Posisi sudut daun mempengaruhi juga kedalaman penetrasi cahaya ke dalam kanopi. Penetrasi cahaya akan lebih dalam bila daunnya tegak. Tanaman padi yang memiliki geometri sudut daun atau kanopi vertikal dan tipe berdaun sempit akan lebih efektif pada intensitas cahaya yang kuat dan ketika posisi matahari rendah. Kanopi horizontal dari tipe berdaun lebar akan lebih efektif pada intensitas cahaya rendah dan ketika matahari berada di atas kepala. 

2.3 Pengukuran Produktivitas
            1. Metode Penghitungan Biomassa
         Terdapat 4 cara utama untuk menghitung biomassa yaitu (i) sampling dengan pemanenan (Destructive sampling) secara in situ; (ii) sampling tanpa pemanenan (Non-destructive sampling) dengan data pendataan hutan secara in situ; (iii) Pendugaan melalui penginderaan jauh; dan (iv) pembuatan model. Untuk masing masing metode di atas, persamaan allometrik digunakan untuk mengekstrapolasi cuplikan data ke area yang lebih luas. Penggunaan persamaan allometrik standard yang telah dipublikasikan sering dilakukan, tetapi karena koefisien persamaan allometrik ini bervariasi untuk setiap lokasi dan spesies, penggunaan persamaan standard ini dapat mengakibatkan galat (error) yang signifikan dalam mengestimasikan biomassa suatu vegetasi.
a.       Sampling dengan pemanenan
Metode ini dilaksanakan dengan memanen seluruh bagian tumbuhan termasuk akarnya, mengeringkannya dan menimbang berat biomassanya. Pengukuran dengan metode ini untuk mengukur biomassa hutan dapat dilakukan dengan mengulang beberapa area cuplikan atau melakukan ekstrapolasi untuk area yang lebih luas dengan menggunakan persamaan alometrik. Meskipun metode ini terhitung akurat untuk menghitung biomassa pada cakupan area kecil, metode ini terhitung mahal dan sangat memakan waktu. Prosedur umum untuk membuat estimasi berat dari individu masing-masing pohon yang menjadi bagian dalam pemanenan biomassa (destructive sampling) adalah sebagai berikut:
       Tebang pohon dan pisahkan material yang ada sesuai dengan komponen dari pohon tersebut.
       Bagi dan timbang setiap komponen bagian-demi bagian.
       Ambil subsample dari masing-masing komponen.
       Tentukan volume dari sub sample dengan metode penenggelaman dalm air atau metode lainnya (optional).
       Keringkan dengan oven dan timbang masing-masing sub smple.
       Tetapkan total berat kering dari masing-masing bagian.
       Terapkan factor kepadatan berat basah dan berat kering untuk setiap komponen.
       Jumlahkan berat masing-masing komponen menjadi berat keseluruhan pohon.
            Berat basah keseluruhan pohon dan komponen-komponennya dapat dibagi atau dibedakan dengan cara ini atau melalui cara sampling. Membagi berdasarkan kadar air dan berat kering umumya memerlukan proses laboratorium. Metode untuk mengestimasikan berat dan volume semak dan vegetasi lain mengandung prinsip yang sama dengan pengukuran untuk pohon. Variabel bebas untuk fungsi (persamaan) berat kering dalam beberapa kasus dapat pula disamakan seperti tinggi dan densitas vegetasi.
b.      Sampling tanpa pemanenan
Metode ini merupakan cara sampling dengan melakukan pengkukuran tanpa melakukan pemanenan. Metode ini antara lain dilakukan dengan mengukur tinggi atau diameter pohon dan menggunakan persamaan alometrik untuk mengekstrapolasi biomassa.
c.       Pendugaan melalui penginderaan jauh.
Penggunaan teknologi penginderaan jauh umumnya tidak dianjurkan terutama untuk proyek-proyek dengan skala kecil. Kendala yang umumnya adalah karena teknologi ini relatif mahal dan secara teknis membutuhkan keahlian tertentu yang mungkin tidak dimiliki oleh pelaksana proyek. Metode ini juga kurang efektif pada daearah aliran sungai, pedesaan atau wanatani (agroforestry) yang berupa mosaic dari berbagai penggunaan lahan dengan persil berukuran kecil (beberapa ha saja). Hasil pengideraan jauh dengan resolusi sedang mungkin sangat bermanfaat untuk membagi area proyek menjadi kelas-kelas vegetasi yang relative homogen. Hasil pembagian kelas ini menjadi panduan untuk proses survey dan pengambilan data lapangan. Untuk mendapatkan estimasi biomassa dengan tingkat keakuratan yang baik memerlukan hasil pengideraan jauh dengan resolusi yang tinggi, tetapi hal ini akan menjadi metode alternatif dengan biaya yang besar.
d.      Pembuatan model
Model digunakan untuk menghitung estimasi biomassa dengan frekuensi dan intensitas pengamtan insitu atau penginderaan jauh yang terbatas. Umumnya, model empiris ini didasarkan pada jaringan dari sample plot yang diukur berulang, yang mempunyai estimasi biomassa yang sudah menyatu atau melalui persamaan allometrik yang mengkonversi volume menjadi biomassa.
B. Estimasi Biomassa Hutan/Pohon
         Terdapat dua pendekatan untuk mengestimasikan biomassa di atas permukaan dari suatu pohon/hutan. Dua (2) Pendekatan tersebut adalah pendekatan langsung dengan membuat persamaan allometrik dan pendekatan tidak langsung dengan mengggunakan “biomass expansion factor” . Meskipun terdapat keuntungan dan kekurangan dari masing-masing pendekatan, tetapi harus diperhatikan bahwa pendekatan tidak langsung didasarkan pada faktor yang dikembangkan pada tingkat tegakan dari hutan dengan kanopi yang tertutup
(rapat) dan tidak dapat digunakan untuk membuat estimasi dari pohon secara individu.
a.       Biomass Expansion Factor (BEF)

Suatu Expansion factor akan menggandakan suatu jumlah nominal tertentu (volume atau biomass), yang mencakup 1 atau beberapa bagian pohon ke jumlah nominal lainnya yang mencakup keseluruhan pohon. Dalam hal ini Biomass Expansion Factor akan menggandakan nilai biomassa batang menjadi biomassa keseluruhan pohon. Harus diingat bahwa Expansion factor ini ada yang menggandakan data (1) pada satuan pohon ke data pada satuan pohon, (2) data pada satuan tegakan ke data di satuan tegakan pula dan (3) data dari nilai agregat ke nilai agregat lain (misalnya dari data volume panen secara komersial ke data total biomassa yang hilang). Secara sederhana BEF didefinisikan sebagai rasio antara biomassa keseluruhan pohon dengan biomassa batang. Dalam hal ini biomassa batang yang dimaksud kebanyakan mengacu kepada batang komersial (commercial stem) atau merchantable stem. Brown (1997) memberikan definisi BEF sebagai: the ratio of total aboveground oven-dry biomass density of trees with a minimum dbh of 10 cm or more to the oven-dry biomass density of the inventoried volume. Dengan demikian biomass expansion factor dirumuskan sebagai berikut:
BEF = Wt
        V
Dimana, BEF = Biomass expansion factor (Mg/m3); Wt = total biomassa tegakan (Mg/ha); V= volume tegakan (m3/ha)
BEF meruapakan suatu nilai yang tergantung pada ukuran dan umur pohon/tegakan. Untuk itu, penggunaan BEF untuk mengestimasi biomassa sebaiknya menggunakan BEF yang age-dependent atau memperhatikan umur tegakan dalam penyusunannya. Penggunaan BEF yang berupa nilai konstan pada sembarang umur tegakan menghasilkan nilai yang bias.

Brown and Lugo (1992), memberikan persamaan untuk menghitung BEF sebagai berikut:
BEF = Exp [3.213 – 0.506 x ln (BV)]

Untuk BV<190 t/ha; 1.74 untuk BV≥ 190 t/ha; Jumlah sample 56; r2 = 0.76. BV= biomassa dari volume hasil pendataan (t/ha) yang dihitung dari Volume kayu bulat berkulit / volume over bark (m3/ha) dan berat jenis kayu (t/m3)

                        Dalam beberapa kasus, pendataan potensi hutan batas diameter minimum yang diukur tidak selalu 10 cm. Pada kebanyakan pendataan potensi hutan di hutan di daerah tropic diameter minimum yang diukur biasanya 20 cm atau 25 cm. Brown (1990) mengembangkan persamaan Volume Expansion Factor yang dapat dipakai untuk menggabungkan data dengan batas diameter minimum yang berbeda. Menurt Brown (1990), VEF, didefinisikan sebagai sebagai rasio dari volume terdata untuk keseluruhan pohon dengan minimum diameter 10 cm atau lebih (VOB10) dengan volume terdata untuk seluruh pohon dengan diameter minimum 25-30cm atau lebih (VOB25-30). Apabila ditulis dengan singkat, maka VEF adalah rasio antara (VOB10) dengan (VOB25-30). Persamaan untuk menghitung VEF dari hasil studi di daerah tropic di Amerika dan Asia adalah sebagai berikut :
VEF = Exp[1.300 – 0.209 x ln(VOB30)]
Untuk VOB 30 <250 m3/ha; 1.13 untuk VOB30 > 250m3/ha

b.      Persamaan Allometrik
                        Allometri didefinisikan sebagai suatu studi dari suatu hubungan antara pertumbuhan dan ukuran salah satu bagian organisme dengan pertumbuhan atau ukuran dari keseluruhan organisme. Dalam studi biomassa hutan / pohon persamaan allometrik digunakan untuk mengetahui hubungan antara ukuran pohon (diameter atau tinggi) dengan berat (kering) pohon secara keseluruhan (Sutaryo, Dandun. 2009: 5-8).

2.      Metode aliran kimia
Cara- cara untuk menentukan produktivitas  adalah sangat penting mengingat proses ini memiliki arti ekologi yang sangat nyata. Sebagian besar pengukurannya dilakukan secara tidak langsung berdasarkan pada jumlah substansi yang dihasilkan. Produktivitas harus diukur selama waktu yang tepat, karena terdapat perbedaan metabolisme selama siang dan malam hari. Cara perhitungan produktivitas aliran kimia dapat dilakukan dengan :
1.      Metode penentuan oksigen
Oksigen merupakan hasil samplingan dari fotosintesis, sehingga ada hubungan erat antara produktivitas dengan oksigen yang dihasilkan oleh tumbuhan. Tetapi harus diingat sebagian oksigen dimanfaatkan oleh tumbuhan tersebut dalam proses respirasi dan harus diperhitungkan dalam penentuan produktivitas. Biasanya metode ini sangat cocok dalam emnentukan produktivitas primer ekosistem perairan.
2.      Metode pengukuran karbondioksida
Karbondoksida yang dipakai dalam fotosintesis oleh tumbuhan dapat dipergunakan sebagai indikasi untuk produktivitas. Dalam hal ini seperti juga pada metode penentuan oksigen proses respirasi harus diperhitungkan. Metde ini cocok untuk tumbuhan darat dan dapat dipakai pada organ daun, seluruh bagian tumbuhan dan bahkan satu komunitas tumbuhan.
3.      Metode penentuan klorofil
Produktivitas berhubugan dengan jumlah klorofil yang ada. Konsentrasi klorofil dapat ditentukan dengan cara yang sederhana yaitu dengan cara mengekstrasi pigmen tumbuhan.

3. Pendekatan Aliran Energi
Pengertian Aliran Energi dalam Ekosistem adalah proses berpindahnya energi dari suatu tingkat trofik ke tingkat trofik berikutnya yang dapat digambarkan dengan rantai makanan atau dengan piramida biomasa.
Cahaya matahari adalah sumber utama energi bagi kehidupan . Energi memasuki sebagian besar ekosistem dalam bentuk cahaya matahari, energi cahaya matahari ini diubah menjadi energi kimia oleh organisme autotrof, yang kemudian diteruskan keorganisme heterotrof dalam bentuk senyawa-senyawa organik dalam makanannya dan dibuang dalam bentuk panas
Energi kimia ini mengalir dari produsen ke konsumen dari berbagai tingkatan trofik melalui jalur rantai makanan. Energi kimia yang diperoleh organisme digunakan untuk kegiatan hidupnya sehinggga tumbuh dan berkembang, pertumbuhan dan perkembangan organisme menunjukkan energi kimia yang tersimpan dalam organisme tersebut.jadi setiap organisme melakukan pemasukan dan penyimpanan energy,
Pemasukan dan penyimpanan energi dalam suatu ekosistem disebut produktivitas ekosistem yang terdiri dari produktivitas primer dan produktivitas sekunder.

Pengaturan energi suatu ekosistem bergantung pada produktivitas primer.
Ketika energi mengalir melalui suatu ekosistem ,banyak energi yang hilang disetiap tingkat trofik.
Produktivitas primer adalah kecepatan mengubah energi cahaya matahari menjadi energi kimia dalam bentuk bahan organik oleh organisme autotrof. Seluruh bahan organik yang dihasilkan dari proses fotosintesis pada organisme autotrof disebut produktivitas primer kotor (ppk) dan bahan organik yang tersimpan disebut produktivitas primer bersih (ppb).
produktivitas sekunder adalah kecepatan energi kimia mengubah bahan organik menjadi simpanan energi kimia baru oleh organisme heterotrof.bahan organik yang tersimpan pada organisme autotrof dapat digunakan sebagai makanan bagi organisme heterotrof. Dari makanan ini organisme heterotrof memperoleh energi kimia yang akan digunakan untuk kegiatan kehidupan dan di simpan
Ekosistem mempertahankan diri dengan siklus energi dan nutrisi yang diperoleh dari sumber eksternal. Pada tingkat trofik pertama, produsen primer (tumbuhan, alga, dan beberapa bakteri) menggunakan energi matahari untuk menghasilkan bahan tanaman organik melalui fotosintesis. Hewan Herbivora yang makan hanya pada tanaman membuat tingkat trofik kedua. Predator yang memakan herbivora terdiri dari tingkat trofik ketiga, jika predator yang lebih besar hadir, mereka mewakili tingkat trofik lebih tinggi lagi.
Organisme yang makanan pada beberapa tingkat trofik (misalnya, beruang grizzly yang memakan buah dan salmon) diklasifikasikan pada tingkat trofik tertinggi di mana mereka makan. Dekomposer, yang meliputi bakteri, jamur, jamur, cacing, dan serangga, memecah limbah dan organisme mati dan mengembalikan nutrisi ke dalam tanah.
Rata-rata sekitar 10 persen dari produksi energi bersih pada satu tingkat trofik diteruskan ke tingkat berikutnya. Proses yang pengurangan energi yang ditransfer antara tingkat trofik termasuk respirasi, pertumbuhan dan reproduksi, buang air besar, dan kematian nonpredatory (organisme yang mati tetapi tidak dimakan oleh konsumen). Kualitas gizi bahan yang dikonsumsi juga mempengaruhi seberapa efisien energi ditransfer, karena konsumen dapat mengkonversi sumber makanan berkualitas tinggi ke jaringan hidup baru yang lebih efisien daripada sumber makanan berkualitas rendah.
Rendahnya transfer energi antara tingkat trofik membuat pengurai umumnya lebih penting daripada produsen dalam hal aliran energi. Dekomposer memproses sejumlah besar bahan organik dan mengembalikan nutrisi ke ekosistem dalam bentuk anorganik, yang kemudian diambil lagi oleh produsen primer. Energi tidak didaur ulang selama proses dekomposisi, melainkan dilepaskan, sebagian besar sebagai panas (ini adalah apa yang membuat tumpukan kompos terasa hangat). Gambar 6 menunjukkan aliran energi (panah gelap) dan nutrisi (panah terang) melalui ekosistem.
Produktivitas primer bruto Sebuah ekosistem (GPP) adalah jumlah total bahan organik yang dihasilkannya melalui fotosintesis. Produktivitas primer bersih (NPP) menggambarkan jumlah energi yang masih tersedia untuk pertumbuhan tanaman setelah dikurangi fraksi yang tanaman digunakan untuk respirasi. Produktivitas dalam ekosistem tanah umumnya naik pada suhu sampai sekitar 30 ° C, setelah itu menurun, dan berkorelasi positif dengan kelembaban. Di darat produktivitas primer demikian tertinggi pada daerah yang hangat, zona basah di daerah tropis di mana bioma hutan tropis berada. Sebaliknya, ekosistem padang pasir semak belukar memiliki produktivitas terendah karena iklim mereka sangat panas dan kering.
Di lautan, cahaya dan nutrisi merupakan faktor penting untuk mengendalikan produktivitas. Cahaya menembus hanya ke tingkat paling atas lautan, sehingga fotosintesis terjadi di perairan permukaan dan dekat permukaan. Produktivitas primer laut yang tinggi di dekat pantai dan daerah lain di mana upwelling membawa nutrisi ke permukaan, mendukung plankton untuk mekar. Limpasan dari tanah juga merupakan sumber nutrisi di muara dan sepanjang ambalan kontinental. Di antara ekosistem perairan, tempat kediaman alga, dan terumbu karang memiliki produksi primer bersih tertinggi, sedangkan harga terendah terjadi di tempat terbuka karena kurangnya nutrisi di lapisan permukaan yang diterangi.
Berapa banyak tingkat trofik dapat dukungan ekosistem? Jawabannya tergantung pada beberapa faktor, termasuk jumlah energi yang memasuki ekosistem, kehilangan energi antara tingkat trofik, dan bentuk, struktur, dan fisiologi organisme di tiap tingkat. Pada tingkatan yang lebih tinggi, predator umumnya secara fisik lebih besar dan mampu memanfaatkan sebagian kecil dari energi yang dihasilkan pada tingkat di bawah mereka, sehingga mereka harus mencari makan di daerah yang semakin besar untuk memenuhi kebutuhan kalori mereka.
Karena kekalahan energi tersebut, umumnya ekosistem terestrial tidak lebih dari lima tingkat trofik, dan ekosistem laut umumnya memiliki tidak lebih dari tujuh. Perbedaan antara ekosistem darat dan laut kemungkinan karena perbedaan karakteristik mendasar dari tanah dan organisme primer laut. Dalam ekosistem laut, fitoplankton yang berukuran mikroskopik melaksanakan sebagian besar fotosintesis yang terjadi, sedangkan tanaman melakukan sebagian besar pekerjaan ini di darat. Fitoplankton adalah organisme kecil dengan struktur yang sangat sederhana, sehingga sebagian besar produksi utama mereka dikonsumsi dan digunakan untuk energi oleh organisme merumput yang memakannya. Sebaliknya, sebagian besar dari biomassa yang diproduksi tanaman darat, seperti akar, batang, dan cabang, tidak dapat digunakan oleh herbivora untuk makanan, jadi kurang proporsional dari energi yang diperbaiki melalui produksi primer yang berjalan dalam rantai makanan.
Tingkat pertumbuhan juga bisa menjadi faktor penyebab. Fitoplankton sangat kecil tapi tumbuh sangat cepat, sehingga mereka mendukung populasi besar herbivora meskipun mungkin ada ganggang lebih sedikit daripada herbivora pada saat tertentu. Sebaliknya, tanaman darat memerlukan waktu bertahun-tahun untuk mencapai kematangan, sehingga atom karbon rata-rata menghabiskan waktu tinggal lebih lama di tingkat produsen utama di darat daripada yang dilakukannya dalam ekosistem laut. Selain itu, biaya pergerakan umumnya lebih tinggi bagi organisme terestrial dibandingkan dengan yang ada di lingkungan perairan.
Cara termudah untuk menggambarkan aliran energi melalui ekosistem adalah dengan rantai makanan di mana energi berpindah dari satu tingkat trofik ke depan, tanpa anjak dalam hubungan yang lebih kompleks antara spesies individu. Beberapa ekosistem yang sangat sederhana dapat terdiri dari rantai makanan dengan hanya beberapa tingkat trofik. Misalnya, ekosistem terpencil angin yang menyapu Taylor di Lembah Antartika sebagian besar terdiri dari bakteri dan ganggang yang umunya dimakan oleh cacing nematoda, bagaimanapun, produsen dan konsumen yang terhubung dalam jaring makanan yang rumit pada beberapa konsumen makan di beberapa tingkat trofik.
Sebuah konsekuensi penting dari kehilangan energi antara tingkat trofik adalah bahwa kontaminan mengumpulkan pada hewan jaringan-proses yang disebut bioakumulasi. Saat kontaminan bioakumulasi berada pada jaring makanan, organisme di tingkat trofik yang lebih tinggi dapat terancam bahkan jika polutan dimasukkan ke lingkungan dalam jumlah yang sangat kecil.
Insektisida DDT, yang banyak digunakan di Amerika Serikat dari tahun 1940 hingga 1960-an, adalah kasus terkenal dari bioakumulasi. DDT menumpuk pada elang sampai raptor lainnya ke tingkat yang cukup tinggi untuk mempengaruhi reproduksi mereka, menyebabkan burung bertelur dengan cangkang yang tipis sehingga mudah pecah di sarang mereka. Untungnya, populasi telah pulih selama beberapa dekade sejak pestisida ini dilarang di Amerika Serikat. Namun, masalah tetap ada di beberapa negara berkembang di mana pestisida yang menyebabkan bioakumulasi beracun masih digunakan.
Bioakumulasi dapat mengancam manusia maupun hewan. Sebagai contoh, di Amerika Serikat banyak lembaga federal dan negara saat ini memperingatkan konsumen untuk menghindari atau membatasi konsumsi ikan predator besar yang mengandung kadar merkuri yang tinggi, seperti hiu, ikan todak, tilefish, dan king mackerel, untuk menghindari risiko kerusakan saraf dan cacat lahir.

2.4 Pengaplikasian Produktivitas dalam Kajian Ekosistem
Produktivitas ekosistem dapat diaplikasikan dalam bentuk proses dasar yaitu sebagai berikut :
a.    Fotosintesis
Proses ini hanya memanfaatkan sebagian kecil energi cahaya yaitu sekitar 1-5% yang diubah menjadi energi kimia dan sebagian besar dipantulkan kembali atau berubah menjadi panas. Gula yang dihasilkan dalam fotosintesis dapat dimanfaatkan dalam proses respirasi untuk menghasilkan ATP dan dapat dikonpersi menjadi senyawa organik lain seperti lignin, selulosa, lemak, dan protein. Estimasi potensi produktivitas primer maksimum dapat diperoleh dari efisiensi potensial fotosintetis.         
Energi cahaya yang dipancarkan matahari ke bumi ± 7.000 kkal/m2/hari pada musim panas atau daerah tropis dalam keadaan tidak mendung. Dari jumlah tersebut, sebanyak ± 2.735 kkal dapat dimanfaatkan secara potensial untuk fotosintetis bagi tumbuhan. Sekitar 70% energi yang tersedia berperan dalam perantara pembentukan pemindahan energi secara fotokhemis ke fotosintesis. Dari total energy tersebut, hanya sekitar 28% diabsorbsi ke dalam bentuk yang menjadi bagian dari pemasukan energy ke dalam ekosistem. Prinsipnya dibutuhkan minimum 8 Einstein (mol quanta) cahaya untuk menggerakkan 1 mol karbohidrat.
Secara teoritis produktivitas primer bruto ekosistem dapat dihasilkan 635 kkal/m2/hari dan sebanyak 165 g/m2/hari berubah ke massa bahan organik. Untuk keperluan respirasi harian, tumbuhan menggunakan ± 25% dari produk organik. Dengan demikian produksi netto yang diperoleh ekosistem ± 124 g/m2/hari. Estimasi hasil itu dapat diperoleh jika cahaya maksimal, efisiensi maksimal dalam perubahan cahaya menjadi karbohidrat dan respirasi minimum. Salah satu bukti catatan produktivitas bersih harian adalah sebesar 54 g/m2/hari pada ekosistem padang rumput tropis dengan radiasi cahaya yang tinggi.
b.      Respirasi
Pada kondisi optimum kecepatan fotosintesis dapat mencapai 30x dari respirasi terutama pada tempat terendah cahaya matahari. Umumnya karbohidrat yang digunakan antara 10-75% tergantung jenis dan usia tumbuhan.


BAB III
PENUTUP
                            
3.1 Kesimpulan
1. Produktivitas merupakan laju pemasukan dan penyimpanan energi di dalam
    ekosistem.
2. Faktor lingkungan yang mempengaruhi produktivitas  antara lain : suhu,     cahaya, air, tanah dan kelembapan.
3. Cara perhitungan produktivitas aliran kimia dapat dilakukan dengan     metode   
penentuan oksigen, metode penentuan klorofil dan metode penentuan    
karbondioksida.    
4. Aliran Energi dalam Ekosistem adalah proses berpindahnya energi dari suatutingkat trofik ke tingkat trofik berikutnya yang dapat digambarkan dengan rantai makanan atau dengan piramida biomasa.
5. Produktivitas ekosistem dapat diaplikasikan dalam bentuk proses dasar yaitu : .    Fotosintesis dan respirasi.